Senin, 07 Desember 2015

kearifan lokal


Tujuh Bulanan Adat Banten
Menurut Hasan Mustapa (1985) Nujuh Bulanan adalah Upacara yang dilaksanakan wanita hamil pertama kali ketika usia kandunganya genap tujuh  bulan. Untuk menentukan waktu untuk mengadakan. Upacara Adat Nujuh Bulanan biasanya diambil dari tanggal yang ada angka tujuhnya dan merupakan tanggal terakhir yaitu tanggal duapuluh tujuh. Pengertian lebih dalam dari Upacara Nujuh Bulanan/ Tingkeban/ mitoni adalah upacara adat yang berupa selamatan yang dilaksanakan oleh ibu hamil yang baru pertama kali mengandung yang usia kendungannya genap tujuh bulan. Upacara Nujuh Bulanan ini dilaksanakan sebagai puji syukur kepada Tuhan atas karunia yang diberikan berupa anak dalam kandungan dan  meminta keselamatan dan harapan - harapan baik untuk anaknya kelak.
Sejarah tradisi ini berawal pada masa Prabu Jayabaya, waktu itu ada sepasang suami istri bernama Niken Satingkeb dan Sadiya, mereka melahirkan anak sembilan kali namun tidak satupun yang hidup. Kemudian keduanya menghadap raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka (Jayabaya), mereka disarankan agar menjalankan tiga hal yaitu: Setiap hari rabu dan sabtu, pukul 17.00, diminta mandi menggunakan tempurung kelapa (bathok), setelah mandi berganti pakaian yang bersih dengan menggembol kelapa gading yang dihiasi Kamajaya dan Kamaratih/Wisnu dan Dewi Sri yang diikat dengan daun tebu tulak lalu dibrojolkan kebawah, setelah kelapa gading tadi dibrojolkan, lalu diputuskan menggunakan sebilah keris oleh suaminya. Setelah itu Niken Satingkeb dapat hamil dan anaknya hidup. Akhirnya sejak saat itu apabila ada orang hamil apalagi hamil pertama dilakukan tingkeban atau mitoni. Tradisi ini merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan.
Biasanya, upacara dilaksanakan pada tanggal 7 , 17 dan 27 sebelum bulan purnama pada penanggalan Jawa, dilaksanakan di kiri atau kanan rumah menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil misalnya 5,7,atau 9 orang.
Tradisi tujuh bulanan di Banten tidak terlalu berbeda dengan tradisi tujuh bulanan di daerah lainnya seperti adat Jawa Tengah atau Jawa Timur, Jawa Barat, dan Betawi di Banten juga ada prosesi penyiraman yang dilakukan oleh suami, ibu wanita hamil, ibu mertua dan saudara perempuan lainnya.
Selain itu akan diadakan acara pengajian yang biasa dilakukan di rumah yang punya hajat dan dalam pengajian ini dibacakan tujuh surah yaitu Yasin, Al-Kahfi, Yusuf, Maryam, Ad-Dhukhan, Luqman, dan Al-Mulk kemudian dilanjutkan dengan Mujahadah dan ditutup dengan bacaan shrokal/marhaban dengan si ibu berjabat tangan kepada para tamu undangan. Selanjutnya  pemakaian tujuh motif kain batik/jarik yaitu 1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan), 2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan), 3. truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh), 4. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup), 5. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak terceraikan), 6. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan), 7. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya). Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin.  
Dalam acara ini tidak lupa terdapat rujakan yang berisi macam-macam buah yaitu bengkoang, delima, jeruk bali, papaya, manga, salak, pisang klutuk, jamblang, ceremai dan masih banyak lagi. Semua buah-buahan itu sebagian dipotong-potong halus dan sebagian lagi dihaluskan dengan bumbu rujak. Selain rujak, makanan yang bisa kita temukan dalam acara ini yaitu ketan punar, dan nasi kuning yang dicampur dengan irisan telur dadar, petai cina. Tauge, teri kering dan lainnya. Acara terakhir yaitu membaca doa dan membagikan makanan serta rujak untuk para tamu.

2 komentar: