2.1
Pengertian
Wayang
Dalam bahasa
Jawa, kata wayang berarti “bayangan”. Jika ditinjau dari arti
filsafatnya, “wayang” dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan
pencerminan dari sifat-sifat yang ada dari dalam jiwa manusia.
Sifat-sifat yang dimaksud antara lain seperti watak angkara murka, kebajikan,
serakah, dan lain sebagainya.
Wayang
dimainkan oleh seorang dalang yang dibantu oleh beberapa orang penabuh gamelan
dan satu atau dua orang waranggana sebagai vokalisnya. Fungsi dalang di
sini adalah mengatur jalannya pertunjukan secara keseluruhan. Dalang
memimpin semua komponen pertunjukan untuk luluh dalam alur ceritera yang
disajikan.
Wayang merupakan salah satu jenis kesenian peninggalan masa lalu
yang hingga kini masih hidup dan mendapat dukungan sebagian masyarakat.
Berbagai jenis wayang tersebar di tengah masyarakat tetapi sebagian besar di
antaranya sudah punah. Jenis wayang yang masih dikenal namanya dan masih ada
tinggalannya, sebagian terkumpul di Museum Wayang Jakarat Kota. Jenis-jenis
wayang yang masih tumbuh dan didukung oleh masyarakat pencintanya antara lain wayang
kulit purwa, wayang golek purwa, dan wayang wong. Jenis wayang lain seperti
wayang beber, wayang klitik, wayang dangkluk, wayang golek menak, wayang
pakuan, wayang dupara, wayang kulit menak, wayang madya, dan banyak yang lain
lagi, sebagian besar sudah dipertunjukkan lagi.
Dalam pertunjukkan wayang, dalang merupakan figur sentral yang
memiliki berbagai fungsi yaitu: sebagai seniman, sebagai juru didik, sebagai
ahli falsafah dan kerohanian, sebagai juru suluh, sebagai juru dakwah, sebagai
juru hibur, sebagai komunikator sosial, dan sebagai pelestari seni budaya
2.2
Asal Mula
Wayang
Mengenai asal-usul wayang khusus di Indonesia juga ada beberapa
pendapat. Ada yang mengatakan bahwa wayang berasal dari kebudayaan India yang
sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pendapat lain mengatakan bahwa wayang
merupakan hasil kebudayaan asli masyarakat Jawa tanpa ada pengaruh budaya lain.
Disebutkan pula oleh beberapa sumber bahwa wayang berasal dari relief candi
karena candi memuat cerita wayang, seperti candi Prambanan.
Bukti keberadaan wayang dalam perjalanan sejarah di Indonesia
tercatat dalam berbagai prasasti, seperti prasasti Tembaga (840 M), prasasti
Ugrasena (896 M), dan prasasti Belitung (907 M). Kesenian wayang dalam
bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan
mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan Kesenian wayang sendiri adalah sisa-sisa upacara
keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme.
Meski ada perbedaan pendapat mengenai asal-usul wayang, tidak dapat dipungkiri
bahwa keberadaan wayang di Indonesia sudah melalui perjalanan waktu yang sangat
panjang dan hingga kini masih hidup di dalam masyarakat.
2.3
Jenis-jenis
Wayang
Jenis wayang dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan
cerita yang dibawakan, cara mementaskan, dan bahan pembuatannya, di Indonesia,
terutama di Pulau Jawa, terdapat sekitar 40 jenis wayang yang sebagian di
antaranya sudah punah.
2.3.1
Jenis Wayang
Berdasarkan Cerita
Cerita yang digunakan dalam pementasan wayang sangat beragam. Lakon
wayang yang biasa dan sudah lebih dikenal masyarakat adalah Mahabharata dan
Ramayana. Jenis wayang yang menggunakan kisah tersebut antara lain : Wayang
kulit, Wayang Golek,Wayang Orang, dan Wayang Jemblung. Wayang-wayang tersebut
biasa juga disebut wayang purwa. Wayang
madya (Jawa) adalah wayang yang menggunakan unsur “cerita sesudah zaman purwa”.
Cerita itu mengisahkan para raja Jawa yang dianggap keturunan Pandawa.
Sementara itu wayang gedog, wayang klitik, dan wayang beber
(ketiganya dari Jawa), juga wayang gambuh dan wayang cupak dari Bali,
melakonkan cerita panji.
2.3.2
Jenis Wayang
Berdasarkan Cara Pementasannya
Cara pementasan wayang secara langsung berkait dengan bentuk wayang.
Wayang kulit, misalnya. Pola pertunjukan wayang kulit yaitu bentuk wayang yang
dinikmati bayangannya dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar blencong,
cempor, atau bahkan lampu pijar.
Bentuk pementasan lain adalah dengan membeberkan gambar wayang yang
dibuat di atas kulit kayu, kertas, maupun bahan papar lainnya. Wayang yang
dipentaskan dalam bentuk Pementasan seperti itu disebut wayang beber.
Berbeda dengan pementasan wayang yang mulanya diadakan pada malam
hari, wayang golek dipentaskan pada siang hari. Hal ini karena wayang golek
memiliki bentuk seperti boneka, sehingga sifat pementasannya tidak
menitikberatkan tampilan bayangan pada kelir sebagaimana sifat pementasan
wayang pada malam hari.
Wayang klitik atau wayang krucil merupakan wayang boneka kayu,
tetapi berbeda dengan wayang golek. Bentuknya pipih dan lebih menyerupai bentuk
wayang kulit. Untuk mementaskannya tidak diperlukan kelir seperti pada wayang
kulit, tetapi seperti memainkan golek.
Wayang dangkluk juga terbuat dari kayu, tetapi cara pementasannya
sangat khusus. Wayang ini digantungkan pada empat utas kawat yang direntangkan
melintasi panggung. Yang mempertunjukkannya adalah dua orang dalang yang
masing-masing berada di sisi panggung.
Selain wayang-wayang yang terbuat dari kulit maupun kayu, ada pula
wayang yang pemainnya orang, yaitu wayang orang, wayang topeng, wayang
langendria, dan wayang jemblung. Pementasannya sama dengan sandiwara lainnya,
hanya saja memakai kelengkapan pewayangan mulai dari pakaian, musik, tari, dan
cerita.
2.3.3
Jenis Wayang
Berdasarkan Bahan Pembuatannya
Bahan pembuatan wayang secara garis besar terdiri atas bahan
dwimatra dan trimatra. Jenis wayang dwimatra biasa menggunakan bahan-bahan
papar seperti kertas, kain, karton, dan kulit. Sementara itu jenis wayang
trimatra terbuat dari bahan pejal berupa kayu bulat-torak.
Jenis wayang terbuat dari kulit antara lain wayang kulit purwa,
wayang madya, wayang gedog, wayang dupara, wayang jawa, wayang dobel, wayang
kulit menak, wayang wahyu, wayang Ramayana, wayang parwa, wayang gambuh, wayang
cupak, dan wayang calonarang.
Wayang beber merupakan jenis wayang yang dibuat di atas beberan
kertas, kain, atau bahan sejenis lainnya. Keberadaannya pun berbeda dengan
jenis wayang lainnya. Ia tidak mengalami perkembangan yang sinambung hingga
kini.
Wayang yang terbuat dari bahan kayu terdiri atas dua macam.
Pertama, wayang golek. Wayang ini lebih mirip dengan boneka kayu yang terbuat
dari kayu bulat-torak. Kedua, wayang yang lebih mirip wayang kulit, dibuat dari
kayu pipih. Jenis wayang ini disebut wayang klitik.
2.4
Perundang-Undangan
tentang Perlindungan Wayang
Ø
Peraturan Daerah Tentang Pelestarian Warisan Budaya Jawa Barat:
ü
Pasal 2 Pelestarian warisan budaya Daerah dimaksudkan untuk
melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan warisan budaya Daerah yang bersifat
benda maupun tak benda.
ü
Pasal 3 Pelestarian warisan budaya Daerah bertujuan:
a.
melestarikan warisan budaya Daerah sebagai jatidiri masyarakat Jawa
Barat dan aset nasional;
b.
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Jawa Barat melalui
warisan budaya;
c.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempromosikan warisan
budaya Daerah; dan
d.
mempromosikan tinggalan karya budaya bangsa kepada masyarakat
internasional.
Ø Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan,
Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003 Nomor 7 Seri E);
Ø Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian
(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 6 Seri E);
Ø Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
2.5
Upaya
Pelestarian Wayang
Wayang merupakan salah satu budaya bangsa Indonesia dan harus
dikembangkan dan dilestarikan agar tidak punah ataupun tidak dirampas oleh
bangsa lain. Namun saat ini masyarakat Indonesia terutama generasi muda, banyak
diantara mereka yang lebih mengenal bahkan menggemari pertunjukkan seni modern.
Di era globalisasi ini, dunia perwayangan pun tak urung untuk
menggagaskan modernisasi pergelaran wayang. Upaya ini dilakukan agar wayang
tetap dikenal masyarakat luas. Para ahli pewayangan mencari cara agar wayang
tetap dikenal dengan mudah dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, tidak
sampai semalam suntuk. Maka dari itu, salah satu upaya untuk mempelopori
pertunjukkan pewayangan dalam bahasa Indonesia dan hanya beberapa jam saja,
tanpa menampilkan uyon-uyon atau lalaguan (lagu-lagu) mulai dilakukan dan
akhirnya mendapat respon dari masyarakat baik yang pro maupun yang kontra.
Dan ketika gagasan tersebut diseminarkan di aula Universitas
Indonesia, yang dihadiri oleh para dalang dan para ahli dari kalangan
masyarakat dan perguruan tinggi dan disertai pula oleh para pembina dan
pencipta pewayangan, untuk menemukan dan merumuskan apa yang dimaksud dengan pengindonesiaan wayang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar