Minggu, 20 Desember 2015

Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik



1.      Teori Belajar Behavioristik
Menurut pandangan ini, belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan. (J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner)
2.      Teori Belajar Kognitif
Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas, harapan dan pikiran)
3.      Teori Belajar Humanistik
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu:
Ø  Keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen,
Ø  Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya,
Ø  Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain,
Ø  Manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya, dan
Ø  Manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Ruang Lingkup Psikologi Belajar
Psikologi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan , yaitu masalah belajar , proses belajar , dan situasi belajar .
1.         Pokok Bahasan Mengenai Belajar
Ø Teori – teori belajar
Ø Prinsip – prinsip belajar
Ø Hakikat belajar
Ø Jenis – jenis belajar
Ø Aktivitas – aktivitas belajar
Ø Teknik belajar efektif
Ø Karakteristik perubahan hasil belajar 
Ø Manifestasi perilaku belajar
Ø Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar
2.         Pokok Bahasan Mengenai Proses Belajar
Ø Tahapan perbuatan belajar
Ø Perubahan – perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
Ø Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu
Ø Pengarauh motivasi terahadap perilaku belajar
Ø Signifikasi perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan kapasitas individu dalam belajar
Ø Masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar
3.         Proses Bahasan Mengenai Situasi Belajar
Ø Suasana dan keadaan lingkungan fisik
Ø Suasana dan keadaan lingkungan non-fisik
Ø Suasana dan keadaan lingkungan sosial
Ø Suasana dan keadaan lingkungan non-sosial

Perbedaan Antara Teori Belajar Behavioristik Dengan Teori Belajar Kognitif
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami pengembangan dengan lahirnya teori-teori tentang belajar dipelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Gunthrie. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikakan oleh ganjaran (rewards) atau penguatan (reinforcment)dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasintya. Teori yang dilahirkan oleh aliran behavioristik, yaitu Connectism Theory yang dikemukakan oleh Edward Thorndrik (1874-1949). Thorndike berpendapat bahwa belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Conditioning Theory yang dikemukakan dan dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS (1878-1958). Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti.
Sedangkan psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar “Gestalt”. Peletak dasar teori ini adalah Max Wertheimer (1880-1943) di Austria yang meneliti tentang pengaamatan dan problem solving. Sumbangan ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan; kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang “insight’ pada simpanse. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam satu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh “Insight” untuk pemecahan masalah. Suatu konsep yang penting dalam psikologi gestalt adalah tentang “insight”, yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam situasi pemasalahan. Insight juga sering dihubungkan dengan pernyataan spontan seperti “Aha!” atau “Oh, I see now”. Teori yang dilahirkan oleh aliran kognitif, yaitu teori belajar “Cognitif-field” yang dikembangkan oleh Kurt Lewin (1892-1947) dengan menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti; tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri individu, seperti; tantangan dan permasalahan. Teori belajar discovery learning yang dikemukakan oleh Jerome Bruner (1993) yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul “Process of Education”. Teori ini mempunyai dasar ide bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, dimana anak atau murid harus mampu mengorganisir bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Dari beberapa penjelasan teori belajar di atas, baik dari aliran behavioristik maupun dari aliran kognitif (gestalt), dapat kita tarik suatu perbedaan yang mendasar, yaitu dimana para ahli psikologi behaviouristik lebih menitikberatkan proses hubungan “Stimulus-respon-reinforcment” sebagai bagian terpenting dalam belajar. Pendapat tersebut di tentang oleh para ahli psikologi kognitif, menurut mereka tingkah laku atau belajar seseorang senantiasa didasari pada kondisi kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingah laku itu terjadi. Jadi mereka berpandangan bahwa tingkah lakuseseorang bergantung pada “Insight” daripada “Trial and error” terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Orang yang belajar, menurut ahli kognitif lebih mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah

TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI

Teori belajar selalu bertolak belakang dari suatu pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tetang balajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Didalam masa perkembangan psikologi pendidikan dizaman mutakhir ini muncullah secara beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, masing – masing yaitu :
1.         Psikologi behavioristik
2.        Psikologi kognitif
3.        Psikologi humanistik.
Ketiga aliran psikologi pendidikan itu tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode barikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori – teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing – masing yaitu :
1.         Teori belajar dari Psikologi behavioristik
2.        Teori belajar dari  Psikologi kognitif
3.        Teori belajar dari psikologi humanistic
Masing – masing dari kelompok teori belajar tersebut akan diuraikan secara gari besar pada pembahasan.
A.  TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
Dikemukakan oleh psikolog behaviristik yang sering disebut“contempory behaviorists” atau “S-R psychologists” berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reword) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi – reaksi behavioral dengan stimulasinya.
1.    Teori Yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik
Psikologi ini mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thomdike, Paviov, Wabon, dan Ghuthrie. Teori belajar Thomdike (1874 – 1949) di AS yang disebut“connectionism” atau “trial-and-error” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi – koneksi antara stimulus dan respon. Ciri – ciri belajarnya antara lain :
a.     Ada motif pendorong aktivitas.
b.     Ada berbagai respon terhadap situasi.
c.     Ada eliminasi respon – respon yang gagal/ salah.
d.     Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan.
Dari penelitiannya Thomdike menemukan hukum – hukum :
1.      “Law of readiness” : Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
2.     “Law of exercise” : makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
3.     “Law of effect” : bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan repon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu terjadi lebih kuat. bilamana terjadi hubungan dibarengi dengan “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkuarang.
Sementara itu di Rusia Ivan Pavlov (1849 – 1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “clasical conditioning” atau “stimulus substitution” berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing yang diberi stimuli bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
John B. Watson (1878 – 1958) adalah orang AS yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks – refleks dan reaksi – reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan – hubungan stimulus – respon baru melalui “conditioning”.
Operant conditioning adalah suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement.
2.        Skinner’s Operant Conditioning
Skinner’s juga menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Ia berpendapat bahwa tujuan psikologi pendidikan adalah meramal dan mengontrol tingkah laku
Skinner’s membagi dua jenis respons dalam proses belajar, yakni :
1.      Respondents : respons yang terjadi karena stimuli khusus misal Pavlov
2.     Operants : respons yang terjadi karena situasi random.
Jenis – jenis stimuli :
1.      Positive reinforcement : penyajian stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2.     Negative reinforcement : pembatasan stimuli yang tidak menyenangkan
3.     Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
4.     Primary reinforcement : stimuli pemenuhan kebutuhan – kebutuhan fisiologis
5.     Secondary or learned reinforcement
6.     Modivikasi tingkah laku guru : perlakuan guru terhadap murid – murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Ada 4 cara penjadwalan reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana sutau respons diperbuat?
1.      “Fixed – ratio schedule” : yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respons setelah terjadi jumlah tertentu dari respons.
2.     “Variable ratio schedule” : yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah sejumlah rata – rata respons.
3.     “Fixed – interval schedule” : yang didasarkan atas satuan waktu tetap diantara “reinforcement”
4.     “Variable interval schedule” : pemberian reinforcement menurut respons betul yang pertama setelah terjadi kesalahan – kesalahan respons.
B.  TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI KOGNITIF
Para ahli jiwa aliran kognitif berpendapat, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi  dimana tingkah laku itu terjadi tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement.
1.    Teori belajar cognitive field dari lewin
Kurt Lewin (1892 – 1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field Lewin memandang masing – masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu beraksi disebut life space yang mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi.
2.    Teori belajar cognitive Develop mental dari Piaget
Piaget memandang bahwa proses belajar berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget memakai istilah Scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang yang berhubungan dengan refleks – refleks pembawaan dan Scheme mental.
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a.     Struktur disebut juga Scheme.
b.     Isi atau content yaitu pola tingkah laku spesifik tat kala individu menghadapi suatu masalah.
c.     Fungsi atau function yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual.
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak yaitu :
1.      Kematangan
2.     Pengalaman fisik atau lingkungan
3.     Transmisi sosial
4.     Equalibrium atau self regultion.
3.    Jerome Bruner dengan discovely learning-nya
Yang menjaadi dasar ide Jerome Bruner ialah pendapat dari Piaget didalam belajar dikelas. Jerome Bruner memakai cara dengan discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reseption learning atau expository teaching dimana guru menerangkan semua informasi dam murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
The act of discovery dari Bruner
1.      Adanya suatu kenikan didalam potensi intelektual.
2.     Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada ekstrinsik.
3.     Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.
4.     Murid labih senang mengingat – ingat informasi.
C.  TEORI BELAJAR DARI PSIKOLOGI HUMANISTIK
1.    Orientai
Perhatian psikologi Humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap – tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud – maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman – pengalaman merekan sendiri dan sesuai perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utamanya adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi – potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977, P.148)
2.    Awal timbulnya psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an orang – orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini. Misalnya : psikologi klinik, pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini berkembang kemudian dikenal dengan sebagai psikologi Humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilakuseseorang dari sudut si pelaku     ( behaver) bukan dari pngamat (observer).
3.    Behaviorisme versus humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli – ahli Behaviorisme dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda yang dikenal sebagi freedomdetermination issue. Para behaviorist memandang bahwa orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Sebaliknya para Humanistik meemandang bahwa tiap orang itu menentukan perilaku merekan sendiri.
1.      Teori-teori Tentang Intelegensi
Menurut Wasty Soemanto (1987:143-146) ada beberapa teori untuk memperjelas mengenai pengertian intelegensi, antara lain:
a.       Teori Uni-Factor
Teori ini dikenal juga dengan teori kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum, karena cara kerjanya juga bersifat umum. Contohnya reaksi atau tindakan seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungan/memcahkan masalah bersifat umum. Kapasitas umum yang timbul ini akibat pertumbuhan fisiologis/ akibat belajar. Kapasitas umum (general capacity) yang ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode “g”.
b.      Teori Two-Factors
Teori ini berdasarkan faktor mental umum yang berkode “g” serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda “s”. Faktor “g” mewakili kekuatan mental umum yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu, sedangkan faktor “s” menentukan tindakan mental untuk mengatasi masalah. Contohnya orang yang berintelegensi mempunyai faktor “g” luas memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Ian dapat mempelajari bermacam-macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah dan lain-lain dengan menggunakan berbagai simbul abstrak. Sedangkan orang yang mempunyai faktor “g” sedang atau rata-rata, ia mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari bidang-bidang studi.
c.       Teori Multi-Factors
Menurut teori ini, intelegensi dari bentuk hubungan mental antara stimulus dan respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Contohnya ketika seseorang dapat menyebut sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan bilangan, atau melakukan pekerjaan berarti ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar/ latihan.
d.      Teori Primary Mental Abilities
Menurut teori ini, intelegensi merupakan penjelmaan tujuh kemampuan primer yang masing-masing bersifat independen dan mempunyai fungsi-fungsi pikiran yang berbeda. Tujuh unsur tersebut terdiri atas: kemampuan numerical, kemampuan verbal, kemampuan abstraksi, kemampuan menggabungkan kata-kata, kemampuan membuat keputusan, kemampuan mengenal atau mengamati, dan kemampuan mengingat.
Kemampuan numerical disebut juga kemampuan matematis yaitu kemampuan untuk bekerja dengan bilangan. Kemampuan verbal atau berbahasa adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa. Kemampuan abstrak atau berfikir merupakan kemampuan yang mendasari untuk berpikir logis. Sedangkan kemampuan menggabungkan kata merupakan kemampuan untuk berbicara dengan lancar. Adapun kemampuan untuk membuat keputusan merupakan kemampuan untuk memutuskan suatu permasalahan dengan cepat, tegas, dan berani mengambil resiko. Kemampuan mengenal atau mengamati merupakan kemampuan untuk mengenal atau mengamati sesuatu dengan cepat dan tepat. Sedangkan kemampuan mengingat yaitu kemampuan untuk mengingat kembali segala sesuatu sesuai dengan yang telah dilakukan/terjadi. (Daliman Hs, 1985:30-31)
e.       Teori Sampling
Menurut teori ini, intelegensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Intlegensi ini beroperasi terbatas pada sampel dari berbagai kemampuan atau dunia nyata. Sebagai gambaran dicontohkan bahwa di dunia nyata terdapat kemampuan atau bidang-bidang pengalaman A, B, C. intelegensi bergerak dengan sampel, misal sebagian A dan sebagian B atau dapat pula sebagian dari bidang-bidang A, B, dan C.
Sedangkan Sumadi Suryabrata (2002:127-131) berpendapat hampir sama tentang teori-teori intelegensi, atau konsep-konsep intelegensi yang bertujuan untuk mencari sifat hakikat intelegensi. Konsep-konsep tersebut antara lain:
a.       Teori Spearman
Teknik analisis faktor Spearman menemukan bahwa tingkah laku manusia itu disebabkan oleh dua faktor yaitu; (1) Faktor umum (general factor) yang dilambangkan dengan huruf “g”; (2) Faktor khusus (special factor) yang dilambangkan dengan huruf “s”.
Faktor umum atau general factor yang dilambangkan dengan huruf “g” merupakan hal atau faktor yang sangat mendasari segala tingkah laku seseorang, jadi dalam tingkah laku itu berjalan faktor “g” itu. Sedangkan faktor khusus atauspecial factor , yang dilambangkan dengan huruf  “s” hanya berfungsi pada tingkah laku khusus saja. Jadi pada tiap tingkah laku itu dimungkinkan atau didasari dua faktor yaitu faktor “g” dan faktor “s” tertentu. Faktor “g” berfungsi pada tiap tingkah laku, pada tingkah laku-tingkah laku yang berbeda berfungsi faktor “g” yang sama dan faktor “s” yang tidak sama. Ilustrasinya digambarkan sebagai berikut:
Tingkah laku 1= Tl1=g+s1
Tingkah laku 2= Tl2=g+s2
Tingkah laku 3= Tl3=g+s3
Tingkah laku 4= Tl4=g+s4
Tingkah laku 5= Tl5=g+s5
Selanjutnya menurut teori ini bahwa faktor “g” itu tergantung kepada dasar, sedangkan faktor “s” dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
b.      Teori Thomson
Teori ini agak berbeda dengan teori Spearman, Teori ini berpendapat bahwa faktor “g” itu tidak ada. Teori ini menitik beratkan pada faktor “s”. faktor “s” tidak terganting pada keturunan tetapi tergantung pada pendidikan. Adanya anak-anak dari golongan yang lebih cerdas dari pada anak-anak dari golongan rendah bukan karena dasar melainkan karena mereka lebih banyak mempunyai kesempatan untuk belajar.
c.       Teori Cyrill Burt
Hampir sama dengan teori Spearman, teori ini berpendapat bahwa manusia terdapat faktor “g” yang mendasari tingkah laku dan dibawa sejak lahir. Hanya perbedaannya bahwa selain terdapat faktor “g” dan faktor “s” terdapat pula faktor lain yaitu faktor “c” atau common factor.
Faktor “c” adalah faktor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku. Jadi faktor “c” lebih luas dari faktor “s” tetapi lebih sempit dari faktor “g”.
Jadi menurut teori ini tiap tingkah laku didasari oleh tiga macam faktor yaitu faktor “g” faktor “c”, dan faktor “s”. Ilustrasinya digambarkan sebagai berikut:
Tingkah laku 1= Tl1=g+cx+s1
Tingkah laku 2= Tl1=g+cx+s2
Tingkah laku 3= Tl1=g+cx+s3
Tingkah laku 4= Tl1=g+cy+s4
Tingkah laku 5= Tl1=g+cy+s5
d.      Teori Thurstone
Thurstone adalah tokoh Chicago.ia berpendapat hampir sama dengan Burt,  perbedaan teori ini menganggap bahwa faktor “g” tidak ada, hanya faktor “c” dan faktor “s”.
Menurut teori ini faktor “c” ada tujuh yaitu:
1.      Faktor ingatan (memory), yaitu kemampuan untuk mengingat, dilambangkan dengan huruf “M”
2.      Faktor verbal (verbal factor), yaitu kecakapan dalam menggunakan bahasa, dilambangkan dengan huruf “V”
3.      Faktor bilangan (number factor), yaitu kemampuan untuk bekerja dengan bilangan, misal kecakapan berhitung, dilambangkan dengan huruf “N”.
4.      Faktor kelancaran kata-kata (word fluency), yaitu kelancaran seseorang menggunakan kata-kata yang sulit ucapannya, yang dilambangkan dengan huruf “W”.
5.      Faktor penalaran (reasoning), yaitu faktor yang mendasari kecakapan dalam berfikir logis, dilambangkan dengan huruf “R”.
6.      Faktor persepsi (perceptual factor), yaitu kemampuan untuk mengamati dengan cepat dan cermat, dilambangkan dengan huruf “P”.
7.      Faktor ruang (spatial factor), yaitu kemampuan untuk mengadakan orientasi dalam ruang, yang dilambangkan dengan huruf “S”.
Jika sekiranya ada kecakapan umum hal itu disebabkan oleh adanya kombinasi dari faktor “c”, tidak dikarenakan adanya faktor  “g”.
e.       Teori atau Pendapat Guilford
Teori ini berpendapat bahwa pada hakikatnya faktor-faktor intelegensi adalah faktor “c” yang menurut teori ini berjumlah 120. Jumlah ini disebabkan oleh variasi intelegensi, yang dapat dilhat dalam 3 dasar, yaitu:
1)      Berdasar atas prosesnya (operation), yang terdiri atas 5 (lima) macam yaitucognition, memory, divergent production, convergent production, danevaluation.
2)      Berdasarkan atas isi (content) yang diproses ada 4 (empat) macam, yaitu:figural, symbolic, semantic dan behavioral.
3)      Berdasar atas bentuk informasi yang dihasilkan (product) ada 6 macam yaitu:unit, classes relations, systems, transformations, dan implications.
Menurut teori ini faktor pokoknya adalah faktor “c”, dan pada hakikatnya faktor “c” merupakan faktor dari faktor intelegensi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar