1. Teori
Belajar Behavioristik
Menurut pandangan ini, belajar adalah perubahan tingkah laku,
dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku
disini ialah tingkah laku yang dapat diamati ( berfikir dan emosi tidak menjadi
perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung.
Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir
tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua
kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan. (J.B.
Watson, E.L. Thorndike, dan B.F. Skinner)
2. Teori
Belajar Kognitif
Belajar adalah proses internal mental manusia yang tidak
dapat diamati secara langasung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang
untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam
tingkah lauku hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal dan tak dapat
diukur tanpa dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. (aspek-aspek yang tidak
dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreatifitas,
harapan dan pikiran)
3. Teori
Belajar Humanistik
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat
memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya
secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk
mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab
personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5
(lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu:
Ø Keberadaan
manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen,
Ø Manusia
memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya,
Ø Manusia
memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain,
Ø Manusia
memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya,
dan
Ø Manusia
memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Ruang
Lingkup Psikologi Belajar
Psikologi belajar
memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok
bahasan , yaitu masalah belajar , proses belajar , dan situasi belajar .
1. Pokok
Bahasan Mengenai Belajar
Ø Teori – teori
belajar
Ø Prinsip –
prinsip belajar
Ø Hakikat belajar
Ø Jenis – jenis
belajar
Ø Aktivitas –
aktivitas belajar
Ø Teknik belajar
efektif
Ø Karakteristik
perubahan hasil belajar
Ø Manifestasi
perilaku belajar
Ø Faktor – faktor
yang mempengaruhi belajar
2. Pokok
Bahasan Mengenai Proses Belajar
Ø Tahapan
perbuatan belajar
Ø Perubahan –
perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
Ø Pengaruh
pengalaman belajar terhadap perilaku individu
Ø Pengarauh
motivasi terahadap perilaku belajar
Ø Signifikasi
perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan kapasitas
individu dalam belajar
Ø Masalah proses
lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar
3. Proses
Bahasan Mengenai Situasi Belajar
Ø Suasana dan
keadaan lingkungan fisik
Ø Suasana dan
keadaan lingkungan non-fisik
Ø Suasana dan
keadaan lingkungan sosial
Ø Suasana dan
keadaan lingkungan non-sosial
Perbedaan Antara
Teori Belajar Behavioristik Dengan Teori Belajar Kognitif
Psikologi aliran
behavioristik mulai mengalami pengembangan dengan lahirnya teori-teori tentang
belajar dipelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Gunthrie. Mereka
berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikakan oleh ganjaran
(rewards) atau penguatan (reinforcment)dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi
behavioral dengan stimulasintya. Teori yang dilahirkan oleh aliran
behavioristik, yaitu Connectism Theory yang dikemukakan oleh Edward Thorndrik
(1874-1949). Thorndike berpendapat bahwa belajar merupakan proses pembentukan
koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Conditioning Theory yang
dikemukakan dan dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS
(1878-1958). Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya
refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti.
Sedangkan
psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar “Gestalt”.
Peletak dasar teori ini adalah Max Wertheimer (1880-1943) di Austria yang
meneliti tentang pengaamatan dan problem solving. Sumbangan ini diikuti oleh
Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum
pengamatan; kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang
“insight’ pada simpanse. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu
berstruktur yang terbentuk dalam satu keseluruhan. Orang yang belajar,
mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung
dalam situasi itu dan memperoleh “Insight” untuk pemecahan masalah. Suatu
konsep yang penting dalam psikologi gestalt adalah tentang “insight”, yaitu
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian di dalam situasi pemasalahan. Insight juga sering dihubungkan
dengan pernyataan spontan seperti “Aha!” atau “Oh, I see now”. Teori yang
dilahirkan oleh aliran kognitif, yaitu teori belajar “Cognitif-field” yang
dikembangkan oleh Kurt Lewin (1892-1947) dengan menaruh perhatian pada kepribadian
dan psikologi sosial. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil
tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti;
tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri individu, seperti;
tantangan dan permasalahan. Teori belajar discovery learning yang dikemukakan
oleh Jerome Bruner (1993) yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul
“Process of Education”. Teori ini mempunyai dasar ide bahwa anak harus berperan
secara aktif dalam belajar di kelas, dimana anak atau murid harus mampu
mengorganisir bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Dari beberapa
penjelasan teori belajar di atas, baik dari aliran behavioristik maupun dari
aliran kognitif (gestalt), dapat kita tarik suatu perbedaan yang mendasar,
yaitu dimana para ahli psikologi behaviouristik lebih menitikberatkan proses
hubungan “Stimulus-respon-reinforcment” sebagai bagian terpenting dalam
belajar. Pendapat tersebut di tentang oleh para ahli psikologi kognitif,
menurut mereka tingkah laku atau belajar seseorang senantiasa didasari pada
kondisi kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingah
laku itu terjadi. Jadi mereka berpandangan bahwa tingkah lakuseseorang
bergantung pada “Insight” daripada “Trial and error” terhadap hubungan-hubungan
yang ada di dalam suatu situasi. Orang yang belajar, menurut ahli kognitif
lebih mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah
TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI
Teori belajar
selalu bertolak belakang dari suatu pandangan psikologi belajar tertentu.
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu
bermunculan pula berbagai teori tetang balajar. Justru dapat dikatakan, bahwa
dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan
menjadi berkembang secara pesat. Didalam masa perkembangan psikologi pendidikan
dizaman mutakhir ini muncullah secara beruntun beberapa aliran psikologi
pendidikan, masing – masing yaitu :
1.
Psikologi
behavioristik
2.
Psikologi
kognitif
3.
Psikologi
humanistik.
Ketiga aliran
psikologi pendidikan itu tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke
periode barikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori – teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka
berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori
belajar, masing – masing yaitu :
1.
Teori
belajar dari Psikologi behavioristik
2.
Teori
belajar dari Psikologi
kognitif
3.
Teori
belajar dari psikologi humanistic
Masing –
masing dari kelompok teori belajar tersebut akan diuraikan secara gari besar
pada pembahasan.
A. TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI
BEHAVIORISTIK
Dikemukakan
oleh psikolog behaviristik yang sering disebut“contempory behaviorists” atau “S-R
psychologists” berpendapat,
bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reword) atau
penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi – reaksi behavioral dengan
stimulasinya.
1. Teori Yang Mengawali Perkembangan
Psikologi Behavioristik
Psikologi ini mulai
mengalami perkembangan dengan lahirnya teori tentang belajar yang dipelopori
oleh Thomdike, Paviov, Wabon, dan Ghuthrie. Teori belajar Thomdike (1874 –
1949) di AS yang disebut“connectionism” atau “trial-and-error” karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi – koneksi antara stimulus dan respon. Ciri – ciri
belajarnya antara lain :
a. Ada motif pendorong
aktivitas.
b. Ada berbagai respon
terhadap situasi.
c. Ada eliminasi respon –
respon yang gagal/ salah.
d. Ada kemajuan reaksi –
reaksi mencapai tujuan.
Dari penelitiannya Thomdike
menemukan hukum – hukum :
1.
“Law of readiness” : Jika reaksi terhadap
stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi
menjadi memuaskan.
2. “Law of exercise” : makin banyak dipraktekkan
atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek
perlu disertai dengan “reward”.
3. “Law of effect” : bilamana terjadi hubungan
antara stimulus dan repon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang
memuaskan, maka hubungan itu terjadi lebih kuat. bilamana terjadi hubungan
dibarengi dengan “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan
menjadi berkuarang.
Sementara itu di Rusia Ivan
Pavlov (1849 – 1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “clasical
conditioning” atau “stimulus substitution” berkembang dari percobaan
laboratoris terhadap anjing yang diberi stimuli bersyarat sehingga terjadi
reaksi bersyarat pada anjing.
John B. Watson (1878 –
1958) adalah orang AS yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil
penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses
terjadinya refleks – refleks dan reaksi – reaksi emosional berupa takut, cinta,
dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan – hubungan
stimulus – respon baru melalui “conditioning”.
Operant conditioning adalah
suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat
reinforcement.
2. Skinner’s Operant Conditioning
Skinner’s juga menganggap
“reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar.
Ia berpendapat bahwa tujuan psikologi pendidikan adalah meramal dan mengontrol
tingkah laku
Skinner’s membagi dua jenis
respons dalam proses belajar, yakni :
1.
Respondents
: respons yang terjadi karena stimuli khusus misal Pavlov
2. Operants : respons yang
terjadi karena situasi random.
Jenis – jenis stimuli :
1.
Positive
reinforcement : penyajian stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2. Negative reinforcement :
pembatasan stimuli yang tidak menyenangkan
3. Hukuman : pemberian
stimulus yang tidak menyenangkan
4. Primary reinforcement :
stimuli pemenuhan kebutuhan – kebutuhan fisiologis
5. Secondary or learned
reinforcement
6. Modivikasi tingkah laku
guru : perlakuan guru terhadap murid – murid berdasarkan minat dan kesenangan
mereka.
Ada 4 cara penjadwalan
reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana sutau respons diperbuat?
1.
“Fixed – ratio schedule” : yang didasarkan pada
penyajian bahan pelajaran, pemberi reinforcement baru memberikan penguatan
respons setelah terjadi jumlah tertentu dari respons.
2. “Variable ratio schedule” : yang didasarkan pada
penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah sejumlah rata – rata respons.
3. “Fixed – interval schedule” : yang didasarkan atas
satuan waktu tetap diantara “reinforcement”
4. “Variable interval
schedule” : pemberian reinforcement menurut respons
betul yang pertama setelah terjadi kesalahan – kesalahan respons.
B. TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI
KOGNITIF
Para ahli
jiwa aliran kognitif berpendapat, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan
pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi tidak hanya
dikontrol oleh reward dan reinforcement.
1. Teori belajar cognitive field dari
lewin
Kurt Lewin (1892 – 1947)
mengembangkan suatu teori belajar cognitive field Lewin memandang masing –
masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis.
Medan kekuatan psikologis dimana individu beraksi disebut life space yang
mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi.
2. Teori belajar cognitive Develop
mental dari Piaget
Piaget memandang bahwa
proses belajar berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak.
Piaget memakai istilah
Scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola
tingkah laku yang dapat diulang yang berhubungan dengan refleks – refleks
pembawaan dan Scheme mental.
Menurut Piaget, intelegensi
itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a. Struktur disebut juga
Scheme.
b. Isi atau content yaitu pola
tingkah laku spesifik tat kala individu menghadapi suatu masalah.
c. Fungsi atau function yaitu
yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual.
Piaget mengidentifikasi
empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak yaitu :
1.
Kematangan
2. Pengalaman fisik atau
lingkungan
3. Transmisi sosial
4. Equalibrium atau self
regultion.
3. Jerome Bruner dengan discovely
learning-nya
Yang menjaadi dasar ide
Jerome Bruner ialah pendapat dari Piaget didalam belajar dikelas. Jerome Bruner
memakai cara dengan discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reseption
learning atau expository teaching dimana guru menerangkan semua informasi dam
murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
The act of discovery dari
Bruner
1.
Adanya
suatu kenikan didalam potensi intelektual.
2. Ganjaran intrinsik lebih
ditekankan daripada ekstrinsik.
3. Murid yang mempelajari
bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.
4. Murid labih senang
mengingat – ingat informasi.
C. TEORI BELAJAR DARI PSIKOLOGI
HUMANISTIK
1. Orientai
Perhatian psikologi
Humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap – tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud – maksud pribadi yang mereka hubungkan
kepada pengalaman – pengalaman merekan sendiri dan sesuai perasaan dan
perhatian siswa. Tujuan utamanya adalah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi –
potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977, P.148)
2. Awal timbulnya psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an
orang – orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam
perkembangan ini. Misalnya : psikologi klinik, pekerja sosial dan konseler.
Gerakan ini berkembang kemudian dikenal dengan sebagai psikologi Humanistik,
eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk
memahami perilakuseseorang dari sudut si pelaku ( behaver)
bukan dari pngamat (observer).
3. Behaviorisme versus humanistik
Dalam menyoroti masalah
perilaku, ahli – ahli Behaviorisme dan humanistik mempunyai pandangan yang
sangat berbeda yang dikenal sebagi freedomdetermination issue. Para behaviorist
memandang bahwa orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya
terhadap lingkungannya. Sebaliknya para Humanistik meemandang bahwa tiap orang
itu menentukan perilaku merekan sendiri.
1. Teori-teori
Tentang Intelegensi
Menurut
Wasty Soemanto (1987:143-146) ada beberapa teori untuk memperjelas mengenai
pengertian intelegensi, antara lain:
a. Teori Uni-Factor
Teori
ini dikenal juga dengan teori kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi
merupakan kapasitas atau kemampuan umum, karena cara kerjanya juga bersifat
umum. Contohnya reaksi atau tindakan seseorang dalam beradaptasi dengan
lingkungan/memcahkan masalah bersifat umum. Kapasitas umum yang timbul ini
akibat pertumbuhan fisiologis/ akibat belajar. Kapasitas umum (general
capacity) yang ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode “g”.
b. Teori Two-Factors
Teori ini
berdasarkan faktor mental umum yang berkode “g” serta faktor-faktor spesifik
yang diberi tanda “s”. Faktor “g” mewakili kekuatan mental umum yang berfungsi
dalam setiap tingkah laku mental individu, sedangkan faktor “s” menentukan
tindakan mental untuk mengatasi masalah. Contohnya orang yang berintelegensi
mempunyai faktor “g” luas memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan. Ian dapat mempelajari bermacam-macam pelajaran seperti matematika,
bahasa, sains, sejarah dan lain-lain dengan menggunakan berbagai simbul
abstrak. Sedangkan orang yang mempunyai faktor “g” sedang atau rata-rata, ia
mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari bidang-bidang studi.
c. Teori Multi-Factors
Menurut
teori ini, intelegensi dari bentuk hubungan mental antara stimulus dan respon.
Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Contohnya
ketika seseorang dapat menyebut sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan
bilangan, atau melakukan pekerjaan berarti ia dapat melakukan itu karena
terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar/ latihan.
d. Teori Primary
Mental Abilities
Menurut
teori ini, intelegensi merupakan penjelmaan tujuh kemampuan primer yang
masing-masing bersifat independen dan mempunyai fungsi-fungsi pikiran yang
berbeda. Tujuh unsur tersebut terdiri atas: kemampuan numerical,
kemampuan verbal, kemampuan abstraksi, kemampuan menggabungkan kata-kata,
kemampuan membuat keputusan, kemampuan mengenal atau mengamati, dan kemampuan
mengingat.
Kemampuan numerical disebut
juga kemampuan matematis yaitu kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
Kemampuan verbal atau berbahasa adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa.
Kemampuan abstrak atau berfikir merupakan kemampuan yang mendasari untuk
berpikir logis. Sedangkan kemampuan menggabungkan kata merupakan kemampuan
untuk berbicara dengan lancar. Adapun kemampuan untuk membuat keputusan
merupakan kemampuan untuk memutuskan suatu permasalahan dengan cepat, tegas,
dan berani mengambil resiko. Kemampuan mengenal atau mengamati merupakan
kemampuan untuk mengenal atau mengamati sesuatu dengan cepat dan tepat.
Sedangkan kemampuan mengingat yaitu kemampuan untuk mengingat kembali segala
sesuatu sesuai dengan yang telah dilakukan/terjadi. (Daliman Hs, 1985:30-31)
e. Teori
Sampling
Menurut
teori ini, intelegensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Intlegensi ini
beroperasi terbatas pada sampel dari berbagai kemampuan atau dunia nyata.
Sebagai gambaran dicontohkan bahwa di dunia nyata terdapat kemampuan atau
bidang-bidang pengalaman A, B, C. intelegensi bergerak dengan sampel, misal
sebagian A dan sebagian B atau dapat pula sebagian dari bidang-bidang A, B, dan
C.
Sedangkan
Sumadi Suryabrata (2002:127-131) berpendapat hampir sama tentang teori-teori
intelegensi, atau konsep-konsep intelegensi yang bertujuan untuk mencari sifat
hakikat intelegensi. Konsep-konsep tersebut antara lain:
a. Teori Spearman
Teknik
analisis faktor Spearman menemukan bahwa tingkah laku manusia itu disebabkan
oleh dua faktor yaitu; (1) Faktor umum (general factor) yang
dilambangkan dengan huruf “g”; (2) Faktor khusus (special factor) yang
dilambangkan dengan huruf “s”.
Faktor
umum atau general factor yang dilambangkan dengan huruf “g”
merupakan hal atau faktor yang sangat mendasari segala tingkah laku seseorang,
jadi dalam tingkah laku itu berjalan faktor “g” itu. Sedangkan faktor khusus
atauspecial factor , yang dilambangkan dengan huruf “s” hanya
berfungsi pada tingkah laku khusus saja. Jadi pada tiap tingkah laku itu
dimungkinkan atau didasari dua faktor yaitu faktor “g” dan faktor “s” tertentu.
Faktor “g” berfungsi pada tiap tingkah laku, pada tingkah laku-tingkah laku
yang berbeda berfungsi faktor “g” yang sama dan faktor “s” yang tidak sama.
Ilustrasinya digambarkan sebagai berikut:
Tingkah
laku 1= Tl1=g+s1
Tingkah
laku 2= Tl2=g+s2
Tingkah
laku 3= Tl3=g+s3
Tingkah
laku 4= Tl4=g+s4
Tingkah
laku 5= Tl5=g+s5
Selanjutnya
menurut teori ini bahwa faktor “g” itu tergantung kepada dasar, sedangkan
faktor “s” dipengaruhi oleh pengalaman (lingkungan, pendidikan).
b. Teori Thomson
Teori
ini agak berbeda dengan teori Spearman, Teori ini berpendapat bahwa faktor “g”
itu tidak ada. Teori ini menitik beratkan pada faktor “s”. faktor “s” tidak
terganting pada keturunan tetapi tergantung pada pendidikan. Adanya anak-anak
dari golongan yang lebih cerdas dari pada anak-anak dari golongan rendah bukan
karena dasar melainkan karena mereka lebih banyak mempunyai kesempatan untuk
belajar.
c. Teori Cyrill Burt
Hampir
sama dengan teori Spearman, teori ini berpendapat bahwa manusia terdapat faktor
“g” yang mendasari tingkah laku dan dibawa sejak lahir. Hanya perbedaannya
bahwa selain terdapat faktor “g” dan faktor “s” terdapat pula faktor lain yaitu
faktor “c” atau common factor.
Faktor
“c” adalah faktor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada
semua tingkah laku. Jadi faktor “c” lebih luas dari faktor “s” tetapi lebih
sempit dari faktor “g”.
Jadi
menurut teori ini tiap tingkah laku didasari oleh tiga macam faktor yaitu
faktor “g” faktor “c”, dan faktor “s”. Ilustrasinya digambarkan sebagai
berikut:
Tingkah
laku 1= Tl1=g+cx+s1
Tingkah
laku 2= Tl1=g+cx+s2
Tingkah
laku 3= Tl1=g+cx+s3
Tingkah
laku 4= Tl1=g+cy+s4
Tingkah
laku 5= Tl1=g+cy+s5
d. Teori Thurstone
Thurstone
adalah tokoh Chicago.ia berpendapat hampir sama dengan Burt, perbedaan
teori ini menganggap bahwa faktor “g” tidak ada, hanya faktor “c” dan faktor
“s”.
Menurut
teori ini faktor “c” ada tujuh yaitu:
1. Faktor
ingatan (memory), yaitu kemampuan untuk mengingat,
dilambangkan dengan huruf “M”
2. Faktor
verbal (verbal factor), yaitu kecakapan dalam menggunakan bahasa,
dilambangkan dengan huruf “V”
3. Faktor
bilangan (number factor), yaitu kemampuan untuk bekerja dengan
bilangan, misal kecakapan berhitung, dilambangkan dengan huruf “N”.
4. Faktor
kelancaran kata-kata (word fluency), yaitu kelancaran seseorang
menggunakan kata-kata yang sulit ucapannya, yang dilambangkan dengan huruf “W”.
5. Faktor
penalaran (reasoning), yaitu faktor yang mendasari kecakapan dalam
berfikir logis, dilambangkan dengan huruf “R”.
6. Faktor
persepsi (perceptual factor), yaitu kemampuan untuk mengamati
dengan cepat dan cermat, dilambangkan dengan huruf “P”.
7. Faktor
ruang (spatial factor), yaitu kemampuan untuk mengadakan orientasi
dalam ruang, yang dilambangkan dengan huruf “S”.
Jika
sekiranya ada kecakapan umum hal itu disebabkan oleh adanya kombinasi dari
faktor “c”, tidak dikarenakan adanya faktor “g”.
e. Teori atau Pendapat
Guilford
Teori ini
berpendapat bahwa pada hakikatnya faktor-faktor intelegensi adalah faktor “c”
yang menurut teori ini berjumlah 120. Jumlah ini disebabkan oleh variasi
intelegensi, yang dapat dilhat dalam 3 dasar, yaitu:
1) Berdasar
atas prosesnya (operation), yang terdiri atas 5 (lima) macam yaitucognition,
memory, divergent production, convergent production, danevaluation.
2) Berdasarkan
atas isi (content) yang diproses ada 4 (empat) macam, yaitu:figural,
symbolic, semantic dan behavioral.
3) Berdasar
atas bentuk informasi yang dihasilkan (product) ada 6 macam
yaitu:unit, classes relations, systems, transformations, dan implications.
Menurut teori ini faktor pokoknya adalah faktor “c”, dan pada
hakikatnya faktor “c” merupakan faktor dari faktor intelegensi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar