Kajian
Filsafat Pendidikan
Menurut Al-Syaibany (1797: 36),
filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelasakan nilai-nilai yang
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini,
filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang
integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofi
dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah
umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis.
Menurut Jhon Dewey, filsafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
yang menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional),
menuju tabiat manusia.
Menurut Thompson, filsafat
artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batasan atau
implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tetapi
juga meneliti dengan seksama hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan pikiran yang
dimaksud oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakikat
masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan melalui proses kompromi
(Arifin, 1993: 2).
Menurut Imam Barnadib (1993: 3),
filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pda hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
Menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen
(Arifin. 1993:
3), filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor
kuda, dan filsafat dipandang sebagai bungan, bukan sebagai akar tunggal
pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh
keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak
penting, tapi yang terjadi ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofi
dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori
pendidikan dalam segala tahap.
Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidika
yang lebih sempurna (jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai
pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar
dari pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya manusia yan memeiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang
dimaksud kepribadian utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki
kesadaran moral dan siakap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegan dan
melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi
pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara.
Dalam pandangan Jhon Dewey, pendidikan adalah
sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut:
daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia (Arifin,1987: 1).
Dalam hubungan ini, Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha
mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai dari
kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitar (Al-Syaibani:1979;399).
Lebih
lanjut, Soegarda Porwakawatja menguraikan bahwa pengertian pendidikan dalam
arti yang luas sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuan, pegalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada
generasi muda, sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami
fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Upaya
ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk
memikul tanggung jawab moral dari segala perbuatannya (Poerwakawata, 1976:
214). Proses pendidikan adalah proses perkembanagn yang berketujuan. Dan tujuan
dari proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, kematangan dari
kepribadian manusia. Dengan demikian, jelasalah bahwa pengertian pendidikan itu
erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.
Pentingnya
filasafat dalam ilmu pendidikan
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada
pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab
oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.
Landasan filsafat pendidikan memberi
perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam
memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus
dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori
pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan
tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta
pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. Pedagogik bersifat
filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain
pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama. Pedagogik
mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis.
Dalam berfikir filosofis tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti
oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah
fenomena atau gejala pendidikan secara mikro.
Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan
datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh
partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa
melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu
saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu
Bantu yaitu filsafat umum.
Kajian Filsafat Ilmu
Pendidikan
1.
Kajian ontologis ilmu pendidikan
Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari
ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan
melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris.
Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap
aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi
pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat
sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship
atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
2. Kajian epistemologis
ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu
pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga
pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan
fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi
kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif,
artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data
secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan
oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan
objeknya.
Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian
(verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan
(kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka validitas internal
harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti
penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan
penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat
ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan
tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori
dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau
problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan
kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan
demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi,
secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall
&Buchler,1942).
3. Kajian aksiologis
ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang
otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi
pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu
nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni
untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar
kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang
negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan
demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat
tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok.
Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku
kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam
kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr
Perason,1990).
4. Kajian antropologis
ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan
antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana
terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr
mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya.
Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar
antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas (2) individualitas
(3) moralitas dasar antropologis (4) religiusitas.
Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena
pendidikan
Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang
menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik
tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Hal ini
serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran,
ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan
mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro)
bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah
aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih
diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat
peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya
jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah
sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
·
Relasi esame manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person
to person relationship)
·
Pentingnya ilmu
pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
·
Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator)
·
Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
·
Tujaun pendidikan (educational aims and objectives)
·
Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
·
Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution)
Itulah
lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu
pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan
juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan
formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan
masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program
kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis
yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal,
informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan
begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukan lingkupnnya sehingga meliputi:
·
Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
·
Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan
(deskriptif)
·
Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu
pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif.
·
Berbagai studi empirik
tentang fenomena pendidikan
·
Berbagai studi
pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk
pengembangan specific content pedagogy.
Jadi pedogogik merupakan pengetahuan
praktis dan filsafat merupakan pengetahuan teoritis dalam pendidikan. Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan. Dan ilmu pendidikan
merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik
professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan
dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang luas dalam pendidikan
baik pengetahuan umum dan sosial.
semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar