Senin, 07 Desember 2015

jurnal filsafat pendidikan


Kajian Filsafat Pendidikan
Menurut Al-Syaibany (1797: 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelasakan nilai-nilai yang maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.  Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofi dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Menurut Thompson, filsafat artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batasan atau implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tetapi juga meneliti dengan seksama hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan pikiran yang dimaksud oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan melalui proses kompromi (Arifin, 1993: 2).
Menurut Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pda hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
Menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen (Arifin. 1993: 3), filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta didepan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bungan, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofi dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.
Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidika yang lebih sempurna (jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yan memeiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimaksud kepribadian utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan siakap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegan dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara.
Dalam pandangan Jhon Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut: daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia (Arifin,1987: 1). Dalam hubungan ini, Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitar (Al-Syaibani:1979;399).
Lebih lanjut, Soegarda Porwakawatja menguraikan bahwa pengertian pendidikan dalam arti yang luas sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pegalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Upaya ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari segala perbuatannya (Poerwakawata, 1976: 214). Proses pendidikan adalah proses perkembanagn yang berketujuan. Dan tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelasalah bahwa pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.
Pentingnya filasafat dalam ilmu pendidikan
           Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama.   Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah fenomena atau gejala pendidikan secara mikro.
Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu Bantu yaitu filsafat umum.
Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan
1.      Kajian ontologis ilmu pendidikan
Pertama-tama panda latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).
2. Kajian epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya.
Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).
3. Kajian aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).
4. Kajian antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas (2) individualitas (3) moralitas dasar antropologis (4) religiusitas.

Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
           Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.
Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
·           Relasi esame manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship)
·           Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
·           Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator)
·           Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
·           Tujaun pendidikan (educational aims and objectives)
·           Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
·           Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution)
Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukan lingkupnnya sehingga meliputi:
·           Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
·           Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif)
·           Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif.
·           Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan
·           Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan specific content pedagogy.

Jadi pedogogik merupakan pengetahuan praktis dan filsafat merupakan pengetahuan teoritis dalam pendidikan. Kajian Filsafat Ilmu Pendidikan. Dan ilmu pendidikan merupakan pengembangan dari suatu fenomena yang diteliti oleh para pendidik professional demi meningkatkan mutu pendidikan.Oleh sebab itu filsafat merupakan dasar ilmu pedogogik karena mencakup aspek yang  luas dalam pendidikan baik pengetahuan umum dan sosial.


semoga bermanfaat! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar