23. CINTA
TUJUAN
Peserta memahami makna dan hakikat
cinta
Peserta mengetahui tanda-tanda
cinta
peserta mampu menempatkan prioritas
cintanya sesuai aturan Allah
RINCIAN BAHASAN
Cinta dalam bahasa Arab disebut
Al-Mahabbah yang berarti kasih
sayang. Menurut Abdullah Nashih
Ulwan cinta adalah perasaan jiwa dan
gejolak hati yang mendorong
seseorang mencintai kekasihnya dengan penuh
gairah, lembut dan kasih sayang.
Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang
tak dapat terpisahkan dari
kehidupannya.
Diantara tanda-tanda cinta ialah
rasa kagum/simpatik, berharap, takut,
rela dan selalu ingat kepada yang
dicintai. Seorang yang beriman sejak
memproklammirkan bahwa tiada ilah
selain Allah dan beriltizam (komitmen)
sepenuh dayanya, maka Allah harus
menempati posisi tertinggi cintanya.
Semua tanda-tanda cinta tersebut
selayaknya diberikan kepada Allah. Berupa
rasa kagum terhadap kebesaran,
keagungan dan kekuasaan Allah,
mengharapkan cinta Allah, rahmat,
keridhaan dan keampunanNya
(QS.39:53),rela dan menerima
ketentuan Allah sepenuhnya, takut kepada Allh,
yang mrnghasilkan sikap menjauhkan
diri dari maksiat, serta selalu mengingat
Allah (QS.2:152; 13:28; 63:9;
59:19). Firman Allah :
“Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah, mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yanag beriman
amat sangat cintanya kepada Allah...”
(QS.2:165)
Cinta muncul karena kesadaran telah
menerima anugerah dan nikmat
yang besar dari Allah, pemahaman
betapa rasa kasih sayang Allah melingkupi
detik-detik kehidupan kita, serta
karena mengenal Allah (Ma’rifatullah).
Sehingga seorang mukmin amat sangat
cintanya kepada Allah dan memiliki
hasrat yang besar untuk bertemu
denganNya.
Refleksi cinta adalah tunduk patuh,
menurut,taat akan perintah Allah
dan menjauhkan diri dari segala
laranganNya. Mahabbatullah (rasa cinta
kepada Allah) tidak cukup dengan
hanya menjadi seorang ‘abid (ahli ibadah),
tetapi mewujud dalam upaya
menegakkan kalimatNya/agamaNya.
Islam merupakan agama fitrah yang
juga mengakui adanya fenomena cinta
yang melekat sebagai fitrah
manusia.Allah telah memberikan petunjuk kepada hamba-
hambaNya tentang prioritas dalam
cinta. Firman Allah :“Katakanlah :’Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan
(dari)
berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.
Dan Allah
tidak memberi pettunjuk
kepada orang-orang fasik”.
(QS.9:24)
Prioritas cinta dapat
diklasifikasikan atas prioritas tertinggi, menengah dan
terendah.
Berdasarkan ayat di atas,prioritas cinta yang tertinggi adalah cinta kepada
Allah,
Rasulullah dan berjihad di jalanNya. Hal ini merupakan konsekuensi dan
merupakan
keharusan dalam Islam. Tak diragukan lagi bahwa seorang mukmin yang
telah
merasakan kelezatan iman di dalam hatinya akan mencurahkan segalanya
cintanya hanya
kepada Allah. Karenaia telah meyakini bahwa Allah-lah yang Maha
Sempurna, Maha
Indah dan Maha Agung. Tak ada satupun selain Dia yang memiliki
kesempurnaan
sifat-sifat tersebut. Maka lahirlah kesadaran bahwa hanya ajaran Allah-
lah yang harus
diikuti karena Dia-lah yang Maha Tinggi. Dia juga terdotong untuk
mempraktekkan
ajaran-ajaran Allah dengan senang hati, penuh keyakinan dan
keimanan. Ia
telah yakin bahwa untuk membanguan kepribadian yang sempurna dan
membina
mentalitas manusia hanyalah dengan ajaran Allah yang Maha Suci dari
kekurangan.
Rasa cinta seorang yang beriman
kepada Allah akan mengambil bentuk awal
berupa rasa
cinta kepada Rasulullah SAW. Cinta kepada Rasulullah ( Mahabbaturrasul)
ini berwujud
sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat) terhadap perintah rasul,
berendah hati,
mendahulukan, melindungi dan kasih sayang kepada beliau. Generasi
terbaik ummat
ini telah mencontohkan betapa Mahabaturrasul bukan hanya terbatas
pada salam dan
Shalawat, namun juga membentengi Rasulullah dari mara bahaya
dalam banyak
peperangan dan tampil dalam membela Islam.
Mahabbaturrasul muncul dari
keikhlasan dan ketulusan syar’i, rasa cinta yang
Allah
tumbuhkan, yang tak dapat ditumbuhkan oleh manusia meski membelanjakan
seluruh
kekayaannya. Rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada bapak-bapak, anak-
anak,
saudara-sausara, istri-istri, kaum keluarga, harta, perniagaan, rumah-rumah
yang
disukai.
Bahkan rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada diri sendiri.
Sabda Rasulullah saw : “Hendaklah
kalian mencintai Allah karena Dia
memelihara
kalian dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku demi cintamu kepada
Allah. Dan
cintailah ahli rumahku demi cintamu kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim
dari Ibnu
Abbas). “Tidak beriman seseorang (dengan sempurna) diantara kalian kecuali
aku lebih
dicintai dari dirinya sendiri, orang tua dan seluruh manusia” (Al Hadits).
Itulah mahabbaturrasul yang
mewarnai hati Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Yang
membuatnya
mendahulukan, melindungi dan tak membangunkan Rasulullah yang
tertidur di
pangkuannya, walaupun harus menahan sakit kakinya karena tersengat
kalajengking
hingga mengucurkan darah (peristiwa Hijrah).
Kisah para Shahabat telah
membuktikan ketinggian cinta merek kepada Allah,
Rasulullah dan
Jihad fi sabilillah. Seperti kisah Hazholah bin Amir ra. Yang terjun ke
medan perang
Uhud meniggalkan istri yang baru sehari sebelumnya dinikahi, dan
akhirnya
menemui kesyahidan. Ketika itu Rasulullah saw melihat dan berkata kepada
para shahabat
: “Sesungguhnya aku telah melihat para malaikat memandikan
Hanzholah di
tengah-tengah langit dan bumi dengan air hujan-dalam sebuah bejana dari
perak.” (HR.
Turmudzi dan Imam Ahmad).
Cinta dengan prioritas menengah
adalah cinta kepada orang tua, anak,
saudara, istri/suami dan kerabat.
Cinta ini timbul dari perasaan sesorang, yang terikat
hubungan dengan orang yang
dicintainya dengan ikatan aqidah, keluarga, kekerabatan
atau persahabatan. Syari’at Islam
menilai perasaan cinta seperti ini sebagai cinta yang
mulia dan agung. Ia termasuk cinta
yang kedua setelah cinta kepada Allah, Rasulullah
dan jihad di jalan Allah. Bagaimana
cinta seseorang terhadap sesamanya tidak dianggap
cinta yang luhur dan perasaan yang
suci. Sedangkan semua hubungan sosial dan
segala tata kehidupan dibina
berdasarkan perasaan cinta dan kasih sayang semacam
ini. Cinta ini merupakan hal yang
perlu untuk mewujudkan kemashlahatan individu dan
keluarga pada khususnya serta
kemashlahatan bangsa dan kemanusiaan pada
umumnya. Sabda Rasulullah SAW : “Tidaklah
sempppurna iman seseorang di antara
kalian hingga ia mencintai
saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan
Muslim).“Semua makhluk adalah tanggung jawab
Allah. Maka yang paling dicintai
Allah adalah yang paling memperhatikan kehidupan
keluarganya”. (HR. Thabrani dan
Baihaqi).
Adapun cinta terendah ialah cinta
yang lebih mengutamakan dan
menomorsatukan cinta keluarga,
kerabat, harta dan tempat tinggal dibandingkan
terhadap Allah, Rasulullah dan
jihad fisabilillah. Cinta jenis adalah yang paling hina, keji
dan merusak rasa kemanusiaan.
Termasuk pula dalam kategori cinta ini adalah
kecintaan kepada sesuatu yang
disembah selain Allah, sebagaimana firman Allah dalam
QS.2:165, cinta kepada musuh-musuh
Allah, sebagaimana Allah peringatkan dalam QS.
Al-Mumtahanah (60):1, cinta
berdasarkan hawa nafsu sebagaimana cintanya Zulaikha
istri Al Azis kepada Nabi Yusuf as.
Tak diragukan lagi bahwa jika para
pemuda Islam, kapan dan di mana saja,
lebih mengutamakan cintanya kepada
Allah, Rasulullah dan Islam maka Allah akan
memberikan kemenangan bagi mereka
di muka bumi ini.
DISKUSI
Cobalah telaah hati kita
masing-masing, bener nggak bahwa manajemen cinta di hati
kita telah sesuai dengan kehendak
Allah yang telah memberikan sebentuk hati itu
kepada kita? Diskusikanlah
bagaimana agar hati kita dapat menempatkan Allah,
Rasulullah dan jihad fi sabilillah
sebagai pprioritas pertama.
REFERENSI
Abdullah Nashih Ulwan, Manajemen
Cintaal Ummah, Panduan Aktivis Harokah
Koleksi Bahan Tarbiyah Islamic
Network (ISNET,1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar