Sabtu, 19 Desember 2015

Cinta

23. CINTA

TUJUAN
Peserta memahami makna dan hakikat cinta
Peserta mengetahui tanda-tanda cinta
peserta mampu menempatkan prioritas cintanya sesuai aturan Allah

RINCIAN BAHASAN
Cinta dalam bahasa Arab disebut Al-Mahabbah yang berarti kasih
sayang. Menurut Abdullah Nashih Ulwan cinta adalah perasaan jiwa dan
gejolak hati yang mendorong seseorang mencintai kekasihnya dengan penuh
gairah, lembut dan kasih sayang. Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang
tak dapat terpisahkan dari kehidupannya.
Diantara tanda-tanda cinta ialah rasa kagum/simpatik, berharap, takut,
rela dan selalu ingat kepada yang dicintai. Seorang yang beriman sejak
memproklammirkan bahwa tiada ilah selain Allah dan beriltizam (komitmen)
sepenuh dayanya, maka Allah harus menempati posisi tertinggi cintanya.
Semua tanda-tanda cinta tersebut selayaknya diberikan kepada Allah. Berupa
rasa kagum terhadap kebesaran, keagungan dan kekuasaan Allah,
mengharapkan cinta Allah, rahmat, keridhaan dan keampunanNya
(QS.39:53),rela dan menerima ketentuan Allah sepenuhnya, takut kepada Allh,
yang mrnghasilkan sikap menjauhkan diri dari maksiat, serta selalu mengingat
Allah (QS.2:152; 13:28; 63:9; 59:19). Firman Allah :
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yanag beriman amat sangat cintanya kepada Allah...”
(QS.2:165)
Cinta muncul karena kesadaran telah menerima anugerah dan nikmat
yang besar dari Allah, pemahaman betapa rasa kasih sayang Allah melingkupi
detik-detik kehidupan kita, serta karena mengenal Allah (Ma’rifatullah).
Sehingga seorang mukmin amat sangat cintanya kepada Allah dan memiliki
hasrat yang besar untuk bertemu denganNya.
Refleksi cinta adalah tunduk patuh, menurut,taat akan perintah Allah
dan menjauhkan diri dari segala laranganNya. Mahabbatullah (rasa cinta
kepada Allah) tidak cukup dengan hanya menjadi seorang ‘abid (ahli ibadah),
tetapi mewujud dalam upaya menegakkan kalimatNya/agamaNya.
Islam merupakan agama fitrah yang juga mengakui adanya fenomena cinta
yang melekat sebagai fitrah manusia.Allah telah memberikan petunjuk kepada hamba-
hambaNya tentang prioritas dalam cinta. Firman Allah :“Katakanlah :’Jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat







tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan
(dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.
Dan  Allah  tidak  memberi  pettunjuk  kepada  orang-orang  fasik”.  (QS.9:24)
Prioritas cinta dapat diklasifikasikan atas prioritas tertinggi, menengah dan
terendah. Berdasarkan ayat di atas,prioritas cinta yang tertinggi adalah cinta kepada
Allah, Rasulullah dan berjihad di jalanNya. Hal ini merupakan konsekuensi dan
merupakan keharusan dalam Islam. Tak diragukan lagi bahwa seorang mukmin yang
telah merasakan kelezatan iman di dalam hatinya akan mencurahkan segalanya
cintanya hanya kepada Allah. Karenaia telah meyakini bahwa Allah-lah yang Maha
Sempurna, Maha Indah dan Maha Agung. Tak ada satupun selain Dia yang memiliki
kesempurnaan sifat-sifat tersebut. Maka lahirlah kesadaran bahwa hanya ajaran Allah-
lah yang harus diikuti karena Dia-lah yang Maha Tinggi. Dia juga terdotong untuk
mempraktekkan ajaran-ajaran Allah dengan senang hati, penuh keyakinan dan
keimanan. Ia telah yakin bahwa untuk membanguan kepribadian yang sempurna dan
membina mentalitas manusia hanyalah dengan ajaran Allah yang Maha Suci dari
kekurangan.
Rasa cinta seorang yang beriman kepada Allah akan mengambil bentuk awal
berupa rasa cinta kepada Rasulullah SAW. Cinta kepada Rasulullah ( Mahabbaturrasul)
ini berwujud sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat) terhadap perintah rasul,
berendah hati, mendahulukan, melindungi dan kasih sayang kepada beliau. Generasi
terbaik ummat ini telah mencontohkan betapa Mahabaturrasul bukan hanya terbatas
pada salam dan Shalawat, namun juga membentengi Rasulullah dari mara bahaya
dalam banyak peperangan dan tampil dalam membela Islam.
Mahabbaturrasul muncul dari keikhlasan dan ketulusan syar’i, rasa cinta yang
Allah tumbuhkan, yang tak dapat ditumbuhkan oleh manusia meski membelanjakan
seluruh kekayaannya. Rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada bapak-bapak, anak-
anak, saudara-sausara, istri-istri, kaum keluarga, harta, perniagaan, rumah-rumah yang
disukai. Bahkan rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada diri sendiri.
Sabda Rasulullah saw : “Hendaklah kalian mencintai Allah karena Dia
memelihara kalian dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku demi cintamu kepada
Allah. Dan cintailah ahli rumahku demi cintamu kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim
dari Ibnu Abbas). “Tidak beriman seseorang (dengan sempurna) diantara kalian kecuali
aku lebih dicintai dari dirinya sendiri, orang tua dan seluruh manusia” (Al Hadits).
Itulah mahabbaturrasul yang mewarnai hati Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Yang
membuatnya mendahulukan, melindungi dan tak membangunkan Rasulullah yang
tertidur di pangkuannya, walaupun harus menahan sakit kakinya karena tersengat
kalajengking hingga mengucurkan darah (peristiwa Hijrah).
Kisah para Shahabat telah membuktikan ketinggian cinta merek kepada Allah,
Rasulullah dan Jihad fi sabilillah. Seperti kisah Hazholah bin Amir ra. Yang terjun ke
medan perang Uhud meniggalkan istri yang baru sehari sebelumnya dinikahi, dan
akhirnya menemui kesyahidan. Ketika itu Rasulullah saw melihat dan berkata kepada
para shahabat : “Sesungguhnya aku telah melihat para malaikat   memandikan
Hanzholah di tengah-tengah langit dan bumi dengan air hujan-dalam sebuah bejana dari
perak.” (HR. Turmudzi dan Imam Ahmad).









Cinta dengan prioritas menengah adalah cinta kepada orang tua, anak,
saudara, istri/suami dan kerabat. Cinta ini timbul dari perasaan sesorang, yang terikat
hubungan dengan orang yang dicintainya dengan ikatan aqidah, keluarga, kekerabatan
atau persahabatan. Syari’at Islam menilai perasaan cinta seperti ini sebagai cinta yang
mulia dan agung. Ia termasuk cinta yang kedua setelah cinta kepada Allah, Rasulullah
dan jihad di jalan Allah. Bagaimana cinta seseorang terhadap sesamanya tidak dianggap
cinta yang luhur dan perasaan yang suci. Sedangkan semua hubungan sosial dan
segala tata kehidupan dibina berdasarkan perasaan cinta dan kasih sayang semacam
ini. Cinta ini merupakan hal yang perlu untuk mewujudkan kemashlahatan individu dan
keluarga pada khususnya serta kemashlahatan bangsa dan kemanusiaan pada
umumnya. Sabda Rasulullah SAW : “Tidaklah sempppurna iman seseorang di antara
kalian hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).“Semua makhluk adalah tanggung jawab
Allah. Maka yang paling dicintai Allah adalah yang paling memperhatikan kehidupan
keluarganya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Adapun cinta terendah ialah cinta yang lebih mengutamakan dan
menomorsatukan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal dibandingkan
terhadap Allah, Rasulullah dan jihad fisabilillah. Cinta jenis adalah yang paling hina, keji
dan merusak rasa kemanusiaan. Termasuk pula dalam kategori cinta ini adalah
kecintaan kepada sesuatu yang disembah selain Allah, sebagaimana firman Allah dalam
QS.2:165, cinta kepada musuh-musuh Allah, sebagaimana Allah peringatkan dalam QS.
Al-Mumtahanah (60):1, cinta berdasarkan hawa nafsu sebagaimana cintanya Zulaikha
istri Al Azis kepada Nabi Yusuf as.
Tak diragukan lagi bahwa jika para pemuda Islam, kapan dan di mana saja,
lebih mengutamakan cintanya kepada Allah, Rasulullah dan Islam maka Allah akan
memberikan kemenangan bagi mereka di muka bumi ini.
DISKUSI
Cobalah telaah hati kita masing-masing, bener nggak bahwa manajemen cinta di hati
kita telah sesuai dengan kehendak Allah yang telah memberikan sebentuk hati itu
kepada kita? Diskusikanlah bagaimana agar hati kita dapat menempatkan Allah,
Rasulullah dan jihad fi sabilillah sebagai pprioritas pertama.
REFERENSI
Abdullah Nashih Ulwan, Manajemen Cintaal Ummah, Panduan Aktivis Harokah
Koleksi Bahan Tarbiyah Islamic Network (ISNET,1996)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar