Sabtu, 19 Desember 2015

Pemakaian dan Penulisan Huruf dan Kata Sesuai EYD

Pemakaian dan Penulisan Huruf dan Kata Sesuai EYD
Sejarah
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu (“Rumi” dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
I. Pemakaian Huruf
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.

B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
C. Huruf Konsonan       
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
F. Pemenggalan Kata
1.      Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a.  Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya: au-la bukan a-u-la
b.  Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya: ba-pak, ba-rang, mu-ta-khir
c.  Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya: som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril,
d.  Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut
2.      Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya: makan-an, me-rasa-kan
3.      Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan
(1) di antara unsur-unsur itu atau
(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya: bio-grafi, bi-o-gra-fi
Keterangan: Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
1.
Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya: Dia mengantuk.
2.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?””Besok pagi,” kata Ibu, “Dia akan berangkat”.
3.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Islam
4.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
5.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
6.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
Misalnya: 10 volt
7.
Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya: mengindonesiakan kata asing
8.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
9.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya: Asia Tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya: berlayar ke teluk
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya: garam inggris
11.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya: Republik Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya: menjadi sebuah republik
12.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa
13.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
14.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya: Dr. doktor
15.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
16.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:Sudahkah Anda tahu?
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
B. Huruf Miring
1.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan
2.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a.
3.
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya: Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
III. Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
1.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya: bergeletar
2.
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya: bertepuk tangan
3.
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya: menggarisbawahi
4.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: mahasiswa
B. Kata Turunan







Catatan:
(1)
Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
(2)
Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, centang-perenang
D. Gabungan Kata
1.
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya: duta besar, rumah sakit umum, simpang empat.
2.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya: alat pandang-dengar, watt-jam, orang-tua muda
3.
Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya: acapkali, radioaktif, sastramarga, wasalam
E. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil.

F. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari.
Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.

G. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.Misalnya: Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.

H. Partikel

1.
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Catatan: Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, sekalipun, sungguhpun, walaupunditulis serangkai.Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
3.
Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya: Harga kain itu Rp 2.000 per helai.

I. Singkatan dan Akronim


1.
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: M.B.A. master of business administration
b.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR   Dewan Perwakilan Rakyat
c.
Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.Misalnya: dll. dan lain-lain
d.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya: TNT  trinitrotoluen
2.
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
b.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Iwapi
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
c.
Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil
Misalnya: radar
Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
1.               Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
2.               Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

J. Angka dan Lambang Bilangan

1.
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2.
Angka digunakan untuk menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas
Misalnya:
1 jam 20 menit
3.
Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
4.
Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
5.
Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a.
Bilangan utuh
Misalnya: sembilan 9
b.
Bilangan pecahan
Misalnya: setengah ½
6.
Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya: Paku Buwono X
7.
Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti
Misalnya: tahun ‘50-an
(tahun lima puluhan)
8.
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9.
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
10.
Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
11.
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.Misalnya: Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
12.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

IV. Penulisan Huruf Serapan

Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
  1. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle.
  2. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Sumber:
http://bikangnyoss.wordpress.com/2013/05/16/resume-eyd-ejaan-yang-disempurnakan/(16 Mei 2013 oleh Bambang Adi)
http://prezi.com/myqxpveklcck/copy-of-eyd-edisi-terbaru/(31 January 2013 oleh Uchi Dika)
Agustin, Risa, S.Pd. 2008. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Surabaya: SERBA JAYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar