Sabtu, 19 Desember 2015

Sejarah Awal Perkembangan Bahasa Indonesia

Sejarah Awal Perkembangan Bahasa Indonesia
Awalnya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
  1. Bahasa melayu merupakan Lingua Franca di Indonesia, yaitu bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
  2. Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku-suku lainnya dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi awal bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia yang saat itu disebut Hindia-Belanda, mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu-yang saat ini menjadi wilayah Malaysia-di bawah pimpian Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu Van Ophuijsen pada tahun 1896 yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908 yang saat ini bernama Balai Pustaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam pidatonya di Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan." 
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Indonesia yang banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata,sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan dengan dialek dan logat daerahnya masing-masing. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa ibulah yang digunakan sebagai pengganti bahasa Indonesia.
Dialek dan Ragam Bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa. Dialek dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
  1. Dialek regional, yaitu macam-macam bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Betawi, dialek Medan, dan lain-lain.
  2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
  3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
  4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhitung. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
  1. ragam undang-undang
  2. ragam jurnalitik
  3. ragam ilmiah
  4. ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
  1. ragam lisan, terdiri dari:
Ø  ragam percakapan
Ø  ragam pidato
Ø  ragam kuliah
Ø  ragam panggung
  1. ragam tulis, terdiri dari:
Ø  ragam teknis
Ø  ragam undang-undang
Ø  ragam catatan
Ø  ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
  1. komunikasi resmi
  2. wacana teknis
  3. pembicaraan di depan khalayak ramai
  4. pembicaraan dengan orang yang dihormati

Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar