1.
Pengertian Scientific
Metode scientific pertama kali diperkenalkan ke
ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode
laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996;
Rudolph, 2005). Metode scientific ini memiliki karakteristik “doing
science”. Metode ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk
memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam
langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi
untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Maria Varelas and Michael Ford,
2008: 31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di
Indonesia.
Pendekatan scientific atau
lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum
2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai
pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak
berbeda dengan metode scientific (scientific method). Sesuai
dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan
(proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperole
melalui aktivitas “ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas
“mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karakteristik
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi
karakteristik standar proses (Permen No.65 Tahun 2013). Pendekatan scientific
dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
Untuk memperkuat pendekatan scientific diperlukan adanya penalaran
dan sikap kritis siswa dalam rangka pencarian (penemuan). Agar dapat disebut
ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Karena itu metode ilmiah umumnya memuat rangkaian
kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemuadian
memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang dibicarakan dengan
metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3)
sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini
diharapkan kita akan mempunyai sifat kecintaan pada kebenaran yang objektif,
tidak gampang percaya pada hal-hal yang tidak rasional, ingin tahu, tidak mudah
membuat prasangka, selalu optimis (Kemendikbud, 2013: 141).
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau
mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada
suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau
nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata
berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan
asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013: 142). Perubahan proses pembelajaran
[dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu] dan proses penilaian [dari
berbasis output menjadi berbasis proses dan output]. Penilaian proses
pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment)
yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permen
No.65 Tahun 2013).
Pendekatan scientific menjadi trending topic pada pelaksanaan
kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis pendekatan scientific ini lebih
efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian
membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru
sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar
25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari
guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman
kontekstual sebesar 50 – 70 persen.
2.
Kriteria Pendekatan Scientific
Berikut ini tujuh (7)
kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran
scientific, yaitu:
1.
Materi pembelajaran berbasis pada
fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran
tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.
Penjelasan guru, respon siswa,
dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.
3.
Mendorong dan menginspirasi siswa
berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.
Mendorong dan menginspirasi siswa
mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
sama lain dari materi pembelajaran.
5.
Mendorong dan menginspirasi siswa
mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6.
Berbasis pada konsep, teori, dan
fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.
Tujuan pembelajaran dirumuskan
secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran yang
mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu:
sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).
Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
3.
Langkah-langkah Pendekatan Scientific
a. Mengamati (observasi)
Metode mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode
mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A/2013, hendaklah
guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk
melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari
suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih
kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
b.
Menanya
(Questioning)
Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu
membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang
yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan
dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari
kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya
maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal
sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami
dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan
yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat.
c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan
“mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya.
Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca
buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,
atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber
lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara
dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan
“mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat
aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini
juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis
dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar
asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk
pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa
untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
e. Menarik kesimpulan
Kegiatan
menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan
kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan
keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan
tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau
secara individual membuat kesimpulan.
f. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru
diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa
yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok
peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
4.
Fungsi dan
Peranan Pendekatan Scientific
Adapun fungsi
dan peranan dari pendekatan scientific adalah:
1.
Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa
2.
Untuk
membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik
3.
Untuk
menciptakan kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan
4.
Untuk
memperoleh hasil belajar yang tinggi
5.
Untuk
melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel
ilmiah
6.
Untuk
mengembangkan karakter siswa
5.
Contoh Pembelajaran Pendekatan Scientific
A.
Mengamati
Dalam penyajian pembelajaran, guru dan
peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan
pengamatan. Mengingat peserta didik masih berada dalam tahap konkrit menuju
abstrak, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat
peraga yang sedapat mungkin bersifat kontektual. Contohnya siswa mengamati
gambar berupa lingkaran yang telah dibagikan oleh guru. Kemudian siswa diajak untuk mengidentifikasi tentang
ciri-ciri dan unsur-unsur lingkaran.
B.
Menanya
Guru yang efektif seharusnya mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada
saat itu pula ia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didik, ketika itu pula ia mendorong
siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Contohnya ketika siswa
telah mengamati lingkaran, kemudian guru bertanya apakah ciri-ciri dan
unsur-unsur lingkaran yang dapat kalian temukan?
C.
Menalar
Apabila dikaitkan dengan contoh
diatas, maka istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan
bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Contohnya
siswa berada dalam kelompok kecil kemudian diperintahkan untuk menentukan
benda-benda berbentuk lingkaran yang ada disekitar mereka, menentukan
unsur-unsur lingkaran dari benda tersebut kemudian mencarikan rumus luas dari
lingkaran bersama-sama.
D.
Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang
nyata, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk
materi atau substansi yang sesuai. Contohnya siswa diberikaan lembar kerja,
kemudian diperintahkan untuk membagi lingkaran menjadi 8 bagian sama besar.
setelah itu, siswa diperintahkan untuk mengikuti langkah-langkah kerja yang
sudah terdapat didalam lembar kerja.
E.
Mengolah
Pada tahap mengolah ini peserta didik
sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran
kolaboratif, fungsi guru lebih bersifat sebagai manager belajar, sebaliknya
peserta didiklah yang harus lebih aktif. Contohnya setelah siswa selesai
melakukan semua langkah-langkah kerja yang terdapat dalam lembar kerja, peserta
didik secara bersama-sama saling bekerja sama, saling membantu menyelesaikan
tugas yang telah diberikan.
F.
Menyimpulkan
Kegiatan menyimpulkan merupakan
kegiatan lanjutan dari tahap mengolah, kegiatan ini bisa
dilakukan bersama-sama dengan teman sekelompok atau bisa juga dikerjakan sendiri.
Mendengarkan hasil mengolah informasi. Contohnya setelah semua langkah-langkah
kerja dalam lembar kerja selesai dikerjakan, siswa dapat menyimpulkan apa yang
telah mereka dapatkan.
G. Menyajikan
Hasil tugas yang telah
dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan
tertulis dan dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok atau
individu namun sebelumnya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
guru.pada tahap ini meskipun togas ini dikerjakan secara berkelompok, tetapi
sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu. Sehingga
portofolio yang dimasukan dalam file atau map peserta didik terisi dari pekerjaannya
sendiri secara individu.
H. Mengkomunikasikan
Pada kegiatan ini,
peserta didik diharapkan dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah
disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok ataupun secara individu dari
hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini
dapat diberikan klarifikasi oleh guru supaya peserta didik mengetahui secara
benar apakah jawaban yang mereka kerjakan sudah benar atau ada yang harus
diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada
standar proses.