Senin, 21 Desember 2015

Pendekatan Scientific



1.      Pengertian Scientific
Metode scientific pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996; Rudolph, 2005). Metode scientific ini memiliki karakteristik “doing science”. Metode ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Maria Varelas and Michael Ford, 2008: 31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia.
Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperole melalui aktivitas “ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses (Permen No.65 Tahun 2013). Pendekatan scientific dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.






Untuk memperkuat pendekatan scientific diperlukan adanya penalaran dan sikap kritis siswa dalam rangka pencarian (penemuan). Agar dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemuadian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang dibicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan kita akan mempunyai sifat kecintaan pada kebenaran yang objektif, tidak gampang percaya pada hal-hal yang tidak rasional, ingin tahu, tidak mudah membuat prasangka, selalu optimis (Kemendikbud, 2013: 141).
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013: 142). Perubahan proses pembelajaran [dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu] dan proses penilaian [dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output]. Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permen No.65 Tahun 2013).
Pendekatan scientific menjadi trending topic pada pelaksanaan kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis pendekatan scientific ini lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50 – 70 persen.

2.        Kriteria Pendekatan Scientific
Berikut ini tujuh (7) kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran scientific, yaitu:
1.    Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.    Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang   menyimpang dari alur berpikir logis.
3.    Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.    Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5.    Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6.    Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.    Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.

3.        Langkah-langkah Pendekatan Scientific
a.       Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan  mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81A/2013, hendaklah  guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b.         Menanya (Questioning)
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
            Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah  mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c.       Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi”  merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan  dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan  melalui eksperimen,  membaca sumber lain selain buku teks,  mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

d.      Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah memproses  informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan  informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

e.       Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan  dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan  mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau  secara individual membuat kesimpulan.

f.       Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui  menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 

4.        Fungsi dan Peranan Pendekatan Scientific
Adapun fungsi dan peranan dari pendekatan scientific adalah:
1.    Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
2.    Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik
3.    Untuk menciptakan kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan
4.    Untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi
5.    Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah
6.    Untuk mengembangkan karakter siswa

5.        Contoh Pembelajaran Pendekatan Scientific
A.    Mengamati
          Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih berada dalam tahap konkrit menuju abstrak, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontektual. Contohnya siswa mengamati gambar berupa lingkaran yang telah dibagikan oleh guru. Kemudian siswa diajak untuk mengidentifikasi tentang ciri-ciri dan unsur-unsur lingkaran.
B.     Menanya
           Guru yang efektif seharusnya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula ia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didik, ketika itu pula ia mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Contohnya ketika siswa telah mengamati lingkaran, kemudian guru bertanya apakah ciri-ciri dan unsur-unsur lingkaran yang dapat kalian temukan?
C.     Menalar
           Apabila dikaitkan dengan contoh diatas, maka istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Contohnya siswa berada dalam kelompok kecil kemudian diperintahkan untuk menentukan benda-benda berbentuk lingkaran yang ada disekitar mereka, menentukan unsur-unsur lingkaran dari benda tersebut kemudian mencarikan rumus luas dari lingkaran bersama-sama.
D.    Mencoba
           Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Contohnya siswa diberikaan lembar kerja, kemudian diperintahkan untuk membagi lingkaran menjadi 8 bagian sama besar. setelah itu, siswa diperintahkan untuk mengikuti langkah-langkah kerja yang sudah terdapat didalam lembar kerja.
E.     Mengolah
           Pada tahap mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih bersifat sebagai manager belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus lebih aktif. Contohnya setelah siswa selesai melakukan semua langkah-langkah kerja yang terdapat dalam lembar kerja, peserta didik secara bersama-sama saling bekerja sama, saling membantu menyelesaikan tugas yang telah diberikan.
F.      Menyimpulkan
           Kegiatan menyimpulkan merupakan kegiatan lanjutan dari tahap mengolah, kegiatan ini bisa dilakukan bersama-sama dengan teman sekelompok atau bisa juga dikerjakan sendiri. Mendengarkan hasil mengolah informasi. Contohnya setelah semua langkah-langkah kerja dalam lembar kerja selesai dikerjakan, siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka dapatkan.
G.    Menyajikan
Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok atau individu namun sebelumnya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru.pada tahap ini meskipun togas ini dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu. Sehingga portofolio yang dimasukan dalam file atau map peserta didik terisi dari pekerjaannya sendiri secara individu.
H.    Mengkomunikasikan
Pada kegiatan ini, peserta didik diharapkan dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok ataupun secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru supaya peserta didik mengetahui secara benar apakah jawaban yang mereka kerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada standar proses.

MODEL PEMBELAJARAN DEBATE



MODEL PEMBELAJARAN DEBATE
1.      Pengertian
Debat adalah adalah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.
Pada dasarnya, model pembelajaran debate ini merupakan  pembelajaran kooperatif, dimana harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.  
Dalam model pembelajaran debat, siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam debat situasi pembelajaran sengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan penda patnya dengan alasan-alasan  yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.
2.      Sintaks / langkah-langkah model pembelajaran debate 
Sintaks / langkah-langkah model pembelajaran debate adalah sebagai berikut  :
a.       Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya kontra dengan duduk berhadapan antar kelompok.
b.      Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua kelompok diatas.
c.       Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
d.      Inti/ide-ide dari setiap pendapat atau pembicaraan di tulis di papan pendapat sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
e.       Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
f.       Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
3.      Kelebihan / Keunggulan Model Pembelajaran Debat
a.       Memacu siswa aktif dalam pembelajaran
b.      Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara baik
c.       Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat disertai alasannya
d.      Mengajarkan siswa cara menghargai pendapat orang lain
e.       Tidak membutuhkan banyak media

4.      Kekurangan / Kelemahan Model Pembelajaran Debat
a.       Tidak bisa digunakan untuk semua mata pelajaran (mata pelajaran tertentu saja)
b.      Pembelajaran kurang menarik (cukup monoton) karena hanya adu pendapat dan menggunakan banyak media
c.       Membutuhkan waktu yang cukup lama, karena siswa harus memahami materi terlebih dahulu sebelum melakukan debat
d.      Siswa menjadi takut dan tertekan karena harus bisa berkomunikasi secara langsung untuk mengungkapkan pendapatnya
e.       Ketika menyampaikan pendapat saling berebut
f.       Saling adu argument yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi
g.      Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif.